DAMPAK DOSA BAGI PRIBADI KITA SENDIRI
Tidak hanya merugikan bumi kita saja, namun dosa juga memiliki dampak yang mengerikan bagi pribadi manusia sendiri. Apa sajakah dampak-dampak dosa bagi pribadi kita masing-masing?
Dosa menjadi penghalang terbesar bagi jawaban doa kita.
Mungkin kita sendiri sering bertanya-tanya, mengapa doa yang sudah kita naikkan dengan tulus dan kesungguhan hati sering kali sepertinya tidak didengar oleh Tuhan. Cobalah teliti diri kita sepenuhnya, sudahkah hidup kita benar di hadapan Tuhan? Dikatakan di dalam Yesaya 59:2, “Tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.”
Tuhan sendiri yang menyatakan hal ini, dan seharusnya kita mempercayainya sebagai dasar yang kokoh untuk kita tidak berbuat dosa lagi. Bukankah merupakan sebuah kerinduan bagi kita untuk mendapatkan jawaban Tuhan atas semua permohonan doa kita?
Dosa menimbulkan rasa bersalah yang amat dalam bagi si pelaku.
Tidak bisa disangkal bahwa pernyataan ini benar. Lihatlah bagaimana kehidupan dari seorang ibu yang menggugurkan kandungannya. Dia pasti mengalami depresi berat dan rasa bersalah yang sangat besar di dalam hidupnya. Lihat juga bagaimana reaksi dari orang yang mencuri atau berbohong, pastilah ia tidak akan tenang di dalam bertindak atau berkata-kata. Sebab jikalau salah bicara, kebohongannya akan ketahuan. Ia tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Lihatlah juga orang yang berselingkuh, pasti banyak tekanan di dalam dirinya. Contoh yang jelas dari Alkitab adalah kesepuluh saudara-saudara Yusuf yang telah berbuat jahat kepadanya. Mereka yang iri karena Yusuf begitu dimanja oleh ayah mereka, Yakub, akhirnya menjual adik mereka tersebut kepada orang Ismael. Akhirnya , Yusuf menjadi orang nomor dua di Mesir dan memiliki kekuasaan atas bahan makanan bagi dunia saat itu yang sedang mengalami masa-masa kelaparan. Begitu Yusuf melihat kesepuluh saudara-saudaranya datang untuk membeli makanan dari Yusuf, ia tidak langsung mengakui jati dirinya, malah menuduh mereka semua sebagai pengintai. Kemudian, Yusuf juga menahan salah satu dari saudaranya itu. Ketika hal itu terjadi, saudara-saudaranya berkata-kata seorang kepada yang lain bahwa kejadian buruk yang menimpa mereka pastilah disebabkan oleh dosa mereka di masa lampau. Kejadian 42:21-22 menuliskan percakapan mereka sebagai berikut: “Mereka berkata seorang kepada yang lain: ‘Betul-betullah kita menanggung akibat dosa kita terhadap adik kita itu: bukankah kita melihat bagaimana sesak hatinya, ketika ia memohon belas kasihan kepada kita, tetapi kita tidak mendengarkan permohonannya. Itulah sebabnya kesesakan ini menimpa kita.’ Lalu Ruben menjawab mereka: ‘Bukankah dahulu kukatakan kepadamu: Janganlah kamu berbuat dosa terhadap anak itu! Tetapi kamu tidak mendengarkan perkataanku. Sekarang darahnya dituntut daripada kita.’”
Hal ini menunjukkan bahwa kita sebagai manusia sesungguhnya mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Sebab, sesungguhnya kita semua berasal dari Tuhan. Namun malangnya, kuasa Iblis berhasil merusak manusia sehingga dosa terkadang dapat mengambil alih diri kita. Akibatnya, kedagingan menjadi lebih kuat daripada roh yang ada di dalam diri kita. Lebih parahnya lagi, rasa bersalah akibat berbuat dosa dapat hilang sama sekali jika kita sudah terbiasa melakukan dosa tersebut. Seorang pembunuh bayaran tidak akan lagi memiliki perasaan bersalah di hatinya. Seorang perampok juga tidak akan ragu beraksi karena dia sudah sangat terbiasa merampok. Pengaruh dosa dapat mengubah manusia yang diciptakan untuk tujuan mulia menjadi jahat dan bernoda!
Dosa menjauhkan berkat dari kita.
Bayangkan seandainya dosa yang selam ini kita perbuat ketahuan oleh orang-orang di sekitar kita! Apa jadinya jika suami yang berselingkuh ketahuan oleh isterinya? Atau, seorang sekretaris yang ketahuan mencuri uang perusahaan? Semua itu akan membuat berkat lari dari hidup kita, dan malah hanya mengundang banyak masalah. Kisah Saul dapat menjadi contoh bagi kita akan akibat perbuatan dosa yang terus menerus dipelihara. Saul terus membesarkan rasa iri hatinya dan tidak berusaha untuk berlapang dada menerima kejayaan Daud, menantunya. Akibatnya, hidup Saul tidak pernah terisi dengan kedamaia. Keresahan dan tekanan terus mengiringi hidupnya sampai pada akhir hayatnya. Saul kehilangan anak-anaknya yang mati di dalam peperangan, dan dia sendiri mati bunuh diri dengan pedangnya. Pada akhirnya, takhta kerajaan tetap jatuh ke tangan Daud yang selama ini ia incar untuk dibunuh. Semua niat jahatnya pun berakhir dengan sia-sia.
Dosa merusak hubungan kita dengan sesama.
Tidak semua orang dapat menerima kembali dengan baik seseorang yang sudah dikenal berbuat dosa. Apalagi jikalau orang tersebut sudah terbiasa mengulang-ulang perbuatan dosanya. Mungkin sekali atau dua kali berbuat dosa, orang lain masih bisa memaklumi. Namun, jika diulang terus menerus, banyak orang yang pasti tidak mau bergaul dengannya. Contohnya saja, jika ada seorang wanita tuna susila tinggal di dalam sebuah rumah, pastilah para tetangganya tidak mau mengenal akrab wanita tersebut. Atau, sekalipun orang tersebut adalah tokoh masyarakat, sekalipun ia berbuat dosa yang parah seperti berzina atau korupsi, orang-orang akan berpandangan miring terhadap dirinya. Ya, perbuatan dosa pasti akan mencoreng nama baik seseorang dan merusak hubunganya dengan sesama!
Dosa membuat hubungan kita dengan Tuhan menjadi renggang.
Inilah akibat terburuk dari perbuatan dosa, yakni merusak hubungan baik kita dengan Sang Pencipta. Mengapa begitu? Sebab, Tuhan kita adalah kudus, dan Dia tidak dapat berhubungan dengan dosa! Lihatlah ayat di dalam 1 Yohanes 2:16 berikut: “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.”
Kita harus mengerti bahwa Tuhan yang adalah Roh Yang Mahakudus tidak bisa bersatu dengan dosa dan kedagingan. Galatia 6:8 memberikan penjelasan singkat mengenai hal ini: “Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.”
Bukankah sudah jelas perbedaan yang sangat mencolok dari keduanya? Jika kita menjalani hidup ini berdasarkan pimpinan dari Roh Tuhan sendiri, maka kita akan menuai kehidupan kekal bersama dengan-Nya di dalam Kerajaan Sorga. Namun, kedagingan yang merupakan dosa akan membuat kita menuai kebinasaan. Roma 6:23, “Sebab upah dosa ialah maut ….” Jadi, perbuatan dosa kita dapat berujung kepada maut. Karena itulah dosa dapat membuat hubungan kita dengan Tuhan semakin renggang. Ditambah lagi, ketika kita berbuat dosa, maka Iblis sendiri akan mendakwa dan mengintimidasi kita. Ia akan mengatakan bahwa kita tidak layak untuk menghadap Tuhan, sehingga kita merasa diri begitu kotor dan tidak ada keinginan untuk berdoa dan memuji Tuhan lagi. Efek dari dosa memberikan dampak bagi kedua belah pihak. Di satu sisi, Tuhan tidak dapat bersatu dengan dosa. Di sisi lain, kita merasa begitu hina sehingga tidak layak untuk berdoa kepada-Nya. Akhirnya, hubungan kita dengan Tuhan bukan lagi hanya sekedar renggang, melainkan putus sama sekali. Jika tidak segera diatasi, hal ini membawa kita semakin dekat pada kebinasaan!